Tuesday, December 28, 2010

Dari Langit Tentang Langit


Selamat datang di alam pikiran yang teduh, seteduh rindangnya pohon tua di tepi telaga. Mari berkelana dalam makna kata-kata yang luas laksana samudera. Disini, di album ke-2 Dialog Dini Hari, musik dan kata bersatu menjadi selaksa makna tiada batas. Satu-satunya batas yang akan kita temui adalah kedalaman hati kita sendiri.
Berhadapan dengan album ini, dia yang dangkal akan terjungkal.
Denting petikan gitar yang sebening kucuran air gunung jatuh ke bebatuan berlumut di lembah sunyi, disusul oleh gema paduan do’a dalam Nyanyian Langit. Mendengarkan lagu ini dikala pagi menjelang, dengan pikiran kosong dan lelah, sungguh berbahaya. Terlebih di chorus ketiga, ketika slide guitar Dankie, gema paduan do’a, dan tepukan Barok Khan membelai tabla dari India bersenyawa menjadi racun bagi jiwa.
“Nyanyian langit, untukmu beribu puji… Takdir membahana, redakan duka bencana… Oh, luka, musnah… Oh, duka, sirna…”
Robi Navicula dan Kikan turut sumbang suara dalam Aku adalah Kamu, sebuah lagu ceria, dan tergolong ramai dibanding lagu lainnya di album ini, (yang saya duga) tentang pluralisme agama.
Sebuah ide dan ajakan untuk berjalan bersama, tak peduli kepada Tuhan yang mana kita memanjatkan do’a. Pemikiran yang rasanya semakin kuat diyakini oleh generasi muda yang kini saling terkait dalam jejaring sosial global, namun kerap dibuang ke comberan oleh generasi tua yang telah karatan dengan manisnya kuasa atas nama agama.
Dalam pemahaman saya, Manuskrip Telaga adalah puisi Dankie tentang Tuhannya, yang ditulis bagaikan puisi untuk seorang kekasih. Sajak merdu tentang Tuhannya yang indah, seperti bunga melati di pagi hari. Untaian kata penuh makna mengenai Tuhannya yang rela jadi telaga pereda murka dahaga. Tuhannya yang rendah hati dan berkenan menjadi sampan, membawanya ke pulau harapan…
Lirih Penyair Murung, Aku Dimana?, Nyanyian Langit, Manuskirp Telaga, Aku adalah Kamu, dan Menutup Tirai adalah 6 lagu yang mengisi album ke-2 Dialog Dini Hari ini. Album yang awalnya hanya ditujukan sebagai jembatan perantara, yang diluar dugaan malah ludes terjual dimalam peluncurannya.
Petualangan bunyi selama kurang lebih setengah jam bersama album ini layaknya sebuah daur hidup manusia. Remaja, tua, lalu tiada.
Bagaimana pertanyaan dan kekhawatiran mengenai jati diri menyapa ketika remaja. Betapa kemudian hakikat kehidupan dan keberadaan Tuhan menjadi demikian penting untuk dipahami, saat senja kehidupan menghampiri. Dan akhirnya, betapa sunyi dan gelapnya kematian itu, ketika jiwa meninggalkan raga dan panggung dunia.
Bukan sepenuhnya salah Dialog Dini Hari jika kemudian, di penghujung album ini, yang terbayang adalah damainya kematian. Penutup perjalanan yang penuh keindahan dan keajaiban. Perjalanan tanpa panduan, tanpa jaminan, yang kita sebut kehidupan.
“Oh akhir dunia, tanpa kesedihan… Oh akhir dunia, tanpa raga… Oh indera, tanpa indera hanya jiwa… Hanya jiwa…”

Oleh : Eko Prabowo

Diperkuat dengan formasi yang berbeda dari album sebelumnya, kini Dadang SH Pranoto seorang Green Grunge Gentleman dari Navicula mengajak serta Denny Surya penggebuk drum Rockavatar dan juga Brozio Orah pemetik Bass dari Zio Band ikut memperkaya alunan musik Dialog Dini Hari.

No comments: